BULUKUMBA,BERITASELATAN.COM – Pengumuman hasil seleksi penempatan lapak UMKM di kawasan Pantai Merpati menuai sorotan tajam.
Meski proses seleksi telah resmi diumumkan, sejumlah pelaku UMKM, khususnya yang sebelumnya aktif berjualan di Lapangan Pemuda (Lapda), tidak lolos dan kini menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
Padahal, sebelumnya sempat beredar kabar bahwa seluruh pelaku UMKM akan direlokasi secara menyeluruh ke lokasi baru di Pantai Merpati.
Ketidaksesuaian realisasi ini memicu berbagai tanggapan publik, mulai dari pertanyaan soal transparansi hingga dugaan adanya ketidakadilan dalam proses seleksi.
Sejumlah warga bahkan menuding bahwa proses seleksi tidak sesuai prosedur.
Kekecewaan ini kian memuncak setelah beberapa pelaku usaha lama yang dinilai telah berkontribusi besar, justru tidak terakomodir.
Hal ini mencuat terutama setelah Kafe Ayu, salah satu UMKM ternama di Lapda, dinyatakan tidak lolos seleksi.
Menanggapi polemik ini, Anggota DPRD Bulukumba dari Partai Keadilan Sejahtera, Doktor Supriadi, akhirnya angkat bicara.
Ia mengaku telah melakukan koordinasi dengan Dinas Perdagangan Kabupaten Bulukumba untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut terkait tuduhan ketidaktransparanan dan indikasi kolusi dalam seleksi tersebut.
“Saya sudah koordinasi dengan pak kadis. Termasuk saya sampaikan kalau ada tuduhan penilaiannya tidak transparan dan ada kecurigaan indikasi kolusi. Hanya saja Kadis menepis tuduhan tersebut,” ujar Supriadi, Jumat, 23 Mei 2025.
Menurutnya, pihak dinas berdalih bahwa proses seleksi telah dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) yang berlaku.
Dari sekitar 90 pelaku UMKM yang mengikuti seleksi, hanya 32 yang dinyatakan lolos.
Jumlah ini dianggap tidak mampu mengakomodir keseluruhan pelaku UMKM, terutama mereka yang telah lama menggantungkan penghasilan dari berjualan di kawasan Lapda.
“Ini sebenarnya kami anggap tidak mampu mengakomodir seluruh pelaku UMKM,” tambah Supriadi.
Ironisnya, tujuan dari relokasi lapak UMKM ke Pantai Merpati adalah untuk meningkatkan pendapatan para pelaku usaha kecil.
Namun dengan tidak lolosnya sejumlah UMKM senior seperti Kafe Ayu, masyarakat menilai kebijakan ini justru mencederai semangat pemberdayaan ekonomi lokal.
Gelombang kekecewaan pun meluas ke media sosial. Sejumlah netizen menunjukkan solidaritas kepada Hj. Ayu, pemilik Kafe Ayu, dengan menyuarakan kritik terhadap hasil seleksi.
Mereka menilai keputusan tersebut sebagai bentuk ketidakadilan terhadap pelaku UMKM yang sudah lama berkontribusi terhadap ekonomi daerah.
Polemik ini menjadi bukti pentingnya transparansi dan keadilan dalam setiap kebijakan publik yang berdampak langsung ke masyarakat. (*)